Ressy

HIDUP SEPERTI BAWANG!!! Always Love for SAINS!

Jumat, 11 Januari 2013

The Perfect Boy Friend Chapter 2

The Perfect Boy Friend

Oleh Ressy Kartika Sari

Chapter 2



Sore itu tepat pukul empat sore, dentingan bel tanda jam sekolah telah usai membuat suasana gaduh di setiap pintu kelas. Tanpa ingin membuang waktu Dinda berlari sekencang-kencangnya menuju tempat kursusnya. Tak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar lima empat puluh lima menit dengan berjalan kaki Dinda telah tiba ditempat kursusnya. Ia terengah-engah sesampainya disana. Ia segera mencari tempat kosong untuk belajar sebentar sebelum waktu ujian tiba.
‘Semangat Dinda, lo pasti bisa’
Tak terasa waktu ujian pun telah selesai. Dinda merasakan bahwa hari ini begitu berat untuknya. Makan siang memang ia perlukan karena ia menjadi sangat lemas akibat tidak makan siang. Namun ia tetap harus semangat untuk tiba dirumah. Setidaknya jika sampai dirumah ia dapat melahap makanan yang ibunya buatkan untuknya.
Jalan kaki? Tentu saja. Ia harus menyisihkan uang jajannya sedikit tentu untuk membeli gorengan didepan taman kota karena perutnya sudah berdemo untuk diisi. Dengan uang lima ribu rupiah ia membeli gorengan serta air mineral. Dinda duduk sebentar ditaman kota untuk menikmati makan siangnya yang terlupakan. Meskipun waktu telah menunjukkan sore menjelang malam, tetapi ia tidak salah untuk beristirahat sebentar.
“Oi, Deval, udah lama gue gak liat lo nongkrong[1] disini?”
“Sorry, banyak tuntutan idup gue hahaha.”
“Etdah, kocak hahaha.”
Dinda terdiam sejenak. Baginya suara beberapa pria yang berdiri dibelakangnya seperti ia kenal. Tunggu, salah satunya menyebutkan nama “Deval”. Tidak mungkin. Detak jantung gadis ini begemuruh cukup kencang. Ia khawatir apa yang ia cemaskan terjadi. Pria itu sungguhkan pria yang ia kenal?
SRET!
Dinda bungkam. Tidak dapat berbicara apapun. Pria itu...
“Deval...” pekiknya.
Pria yang begitu ia kagumi dengan wajah innocent serta kepolosan hatinya. Ia tertegun masih tak mempercayai apa yang ia lihat. Pria itu kini tengah bersama dengan beberapa perempuan berbaju sexy beberapa laki-laki teman satu sekolahnya. Yang lebih mengejutkan lagi pria yang terkenal disekolah itu tengah merokok.
Tentu jika kau diperhatikan oleh orang lain kau akan menyadarinya bukan? Tentu itu yang terjadi pada Deval. Ia menoleh kearah Dinda yang masih tercengang melihatnya. Deval menyipitkan matanya dan berjalan mendekati Dinda. Namun gadis lugu itu tidak diam saja, ia berlari menghindari Deval.
Semakin kau berlari kencang maka anjing besar itu semakin menginginkan kakimu. Deval pun mengejarnya. Namun sungguh sial bagi Dinda, ia terpeleset oleh genangan air di trotoar dan menyebabkan kepalanya terbetur. Melihat kepalanya berdarah, Dinda menjadi shock dan pingsang.
‘Apakah gue akan hilang ingatan?’
***
Dinda mengerjap-erjapkan matanya. Mencari secercah cahaya yang mulai menembus pelupuk matanya. Gadis ini membangunkan tubuhnya dari ranjang berukuran king size yang begitu nyaman.
‘Dimana gue? Gak mungkin dirumah gue? Apa mimpi?’
“Eh? Udah bangun?”
Dinda menoleh kearah suara itu berasal. Ia terhenyak. Pria yang tadi mengejarnya kini berada dihadapannya dengan gaya angkuh duduk disebuah kursi malas dekat jendela.
“Kok gue bisa disini?” tanya Dinda cemas.
“Selamat datang dirumah gue.”
Senyuman hangat penuh makna membuat Dinda begidik dan bergeser menjauh ketika Deval datang kearahnya.
“Kenapa? Kok takut? Gue gak akan membunuh lo kok.”
“Ta-tapi...”
“Sure. Ada satu persyaratan. Maybe gak terlalu berat. Asalkan lo bermain cantik.”
“Ma-maksud lo?!”
“Gue harap lo gak akan ngebocorin ini semua kesekolah besok. Atau...”
“Ngebocorin?! Ngebocorin apaan?!”
“Lo gak usah berlagak innocent didepan gue. Cewek munafik kayak lo, pasti bermulut besar.” ucap Deval sarkatis
“Apa lo bilang?! Munafik?! Bermulut besar?! Eh sadar dong kalo lo sendiri itu bermulut...”
“Sssttt, berisik-berisik. Gue tau kok kalo suka sama gue.”
Dinda terdiam dengan wajahnya yang mulai menghangat. Deval tertawa gembira dan melempar bukunya secaranya sembarang dan secepat angin ia menindih Dinda.
“L-lo mao ngapain?!! Gue gak suka sama lo!!! Demi tuhan gue gak mao suka sama lo!!!”
“Hahaha, ternyata bener-bener cewek munafik. Okey, ayo kita buktikan.”
“Lo gila!!! Menjauh lo dari gue!!!”
Deval berdecak mengejek, “Perempuan gak boleh berbicara kasar dan gak sopan. Okeh, cukup bermain-mainnya. Gue gak membuat ancaman seperti sebuah kaleng kerupuk buat lo. Gue serius. Sebenernya sih gak ada ruginya juga kalo lo nyebarin semua prilakuk gue diluar, tapi... palingan lo yang rugi.”
Deval mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan sebuah foto perempuan dengan baju sekolah sekolah yang berantakkan. Pada bagian dadanya sedikit terbuka dan rok yang naik sampai celana dalamnya terlihat. Dinda yang melihatnya tertohok. Tentu ia tahu siapa gadis itu. Itu foto dirinya.
“ANJRIT LO!!! SINI FOTONYA!!!” teriak Dinda.
“Enak aja. Lo pikir gue bego kayak otak lo yang dangkal. Gue akan memberikan foto ini dengan satu dua persyaratan.”
“Gak!!! Kesiniin itu foto!!! Lo jadi cowok gak ada sopannya ya!!!”
“Hey, lo yang ngurusin pribadi gue.”
“Siapa yang ngurusin pribadi lo?!! Pada kenyataannya gue emang gak sengaja ketemu lo ditaman kota!!!”
“Pembohong. Lo pikir gue gak tahu kalo lo itu stalker gue?!”
Dinda terdiam.
“Kenapa diem? Persyaratan foto ini gak kesebar gampang kok. Lo cukup bungkam dan menjadi pembantu gue selama gue bersekolah di SMA Bintang Negeri.”
“Apa?!!” pekik Dinda. “Lo pikir gue upik abu lo?!! Jangan mimpi deh tuan Deval yang terhormat!!!”
“Ahahaha, ya udah. Lo sekarang bisa pulang kerumah lo. Hemmm, jangan lupa siapin mental lo besok. Itu juga kalo lo punya muka buat dateng ke sekolah.”
“Ma-maksud lo? Lo mao nyebarin foto itu?! Gila lo ya!! Maniak!!!”
“Kalo nyebarin kan butuh waktu dan tenaga. Kalo dipajang dimading itu menghemat waktu kayaknya. Atau... lewat whats up??? Wahhh, ide bagus tuh. Oh iya, katanya mau pulang. Pintunya disitu.”
“Lo gila ya?! Gak nyangka gue lo bisa kayak gini.”
“Jaga omongan lo. Semua pilihan ada di lo dan gue gak maksa.”
“Iya! Gue mau jadi pembantu lo.”
“Anak baik.”
“Sial.”
***
Dinda benar-benar merasa sangat lesu dan tak bertenaga. Ia tidak dapat membayangkan menjadi pembantu untuk pria yang ia kagumi. Tentu rasa kagum itu dihancurkan oleh Deval sendiri dalam waktu beberapa jam. Sudah tidak ada rasa kagum lagi didalam dirinya. Hasrat untuk satu kelas dikelas dua pun rasanya ingin ia binasakan sesegera mungkin dan ia juga harus mengubah peta konsepnya serta menulis dibuku hariannya untuk hari-hari penderitaan selama manjadi budak.
“Sial banget gue. Gak nyangka kalo gue jadi pembantu dari cowok yang gue dewa-dewa kan selama ini.” gumam Dinda.
“Lo ngomong apaan Din?” tanya Linda.
“Gak ngomong apa-apa kok. Oh iya, si Tita kemana? Dia lagi ke kantin atau kemana?”
“Tita kalo kekantin pasti ngajak gue.”
“Lah? Terus dia dimana sekarang?”
“Seperti biasa mao ngeliat pangeran tampannya dia ditaman.”
“Eh? Maksud lo?”
“Siapa lagi coba kalo bukan Deval.”
“Ish, pengeran apanya, penyihir iya.” Sahut Dinda.
“Eh? Penyihir? Siapa penyihir?”
“Bu-bukan, bukan siapa-siapa kok.”
“Ohh, eh gimana ujian lo kemaren? Sukses kan?”
“Tinggal liat hasilnya nanti. Sumpah capek gue kemaren, rasanya pengen ngebunuh orang sekarang juga.”
“Et, jangan ngebunuh gue yaa.”
“Sip deh.”
“Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!! Dinda!!! Linda!!!” jerit Tita histeris dari luar kelas. Dengan langkah seribu Tita menghampiri Dinda dan Linda yang tercengang melihat temannya yang kekanak-kanakkan ini. “Tadi Deval keren banget!!! Pas dia baca buku dia bersin!!! Oh my god!!! Artis korea mah lewat!!! Bersinnya ajah keren. Akhirnya dapet fotonya dia lagi bersin. Tinggal foto dia batuk atau demam. So cool!!!”
Dinda dan Linda hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabat mereka yang satu ini.
***


[1] Bahasa gaul untuk bermain bersama dengan teman-teman sejahwat
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate My Post