The Perfect Boy Friend
Oleh
Ressy Kartika Sari
Dinda mendengus kesal
melihat tingkah sahabat baiknya yang begitu memuja-muja pria yang akan segera
memberikan neraka untukknya. Ia hanya dapat mengomel untuk dirinya sendiri,
tidak untuk diberitahu kepada siapapun, takut-takut jika fotonya yang sangat
tidak sedap dipandang akan tersebar di sekolah dan beasiswanya dicabut.
Astagah.
“Apaan banget deh sih
Tita. Cowok jahat bak penyihir kayak begitu disenengin. Gue ajah ngelepehin.
Nyebelin banget tuh orang, didepan semua orang sok jadi angle, padahal
sebenernya...”
“Sebenernya apaan?”
“Eh?!”
Dinda terperanjat
melihat Deval tengah bediri layaknya putera mahkota yang bersandar ditembok
sekolah.
“Dasar itik. Sini, gue
ada kerjaan buat lo.”
“What?!! Gak bisa! Hari
ini gue harus pergi les.”
“Yaudah, berarti
perjanjian kita batal nih?”
“Eh?!! Enggak dong.
Deval yang ganteng, ini gak batal. Hehehe”
Di dalam hatinya, Dinda
hanya dapat mengumpat dan merasa menyesal mengatakan hal itu. Rasanya ia ingin
memuntah isi perutnya sekarang juga. Dan melemparkannya tepat dihadapan Deval.
Namun lagi-lagi ia tak punya daya apapun karena Deval memiliki kartu as untuk
menghancurkan Dinda dalam waktu sepersekian detik.
***
Deval membawa Dinda
keruangan OSIS disekolah. Selain pandai dan tampan, Deval memang bener-benar
idola untuk semua perempuan. Ia juga menjabat sebagai ketua OSIS. Tidak hanya
terkenal disekolahnya, di sekolah-sekolah lain pun iya juga terkenal karena
sikapnya yang baik terhadap siapapun. Tak heran ia disebut-sebut sebagai “The
Perfect Boy Friend”. Siapapun pasti menginginkan dia menjadi
kekasihnya. Lalu bagaimana jika itu disambut baik oleh sang pengeran tampan
bagi seluruh perempuan ini?
“Lo nyuruh gue
ngapain?”
“Beresin tuh kertas
yang berserakan.”
“Siap tuan!” sahut
Dinda dengan penuh penekanan.
Tak terasa senja sudah
menyambut mereka, tetapi Deval masih sibuk mengurus kertas-kertas yang
bertuliskan beberapa keperluan dalam OSIS sedangkan Dinda masih membereskan
kertas-kertas secara rapi karena Deval menginnginkan kerja yang sempurna.
“Gak nyangka gue kalo
lo orang melankolis.” ucap Dinda.
“Gue bukan orang
melankolis.”
“Lah? Kebukti mau
semuanya sempurna.”
“Jangan sotoy.”
“Sotoy ayam, sotoy
babad. Haduh gue laper. Deval, gue laper. Beliin apaan kek gitu.”
“Beli sendiri ajah.
Punya kaki kan? Sono jalan ketukang jualan.”
“Ish! Nyebelin banget!”
Dinda semakin
tersungut-sungut marah karena Deval mengacuhkannya dan sibuk dengan sebuah
kertas yang bagi Dinda sungguh merusak pemandangan. Dengan sigap Dinda merebut
kertas itu.
“Lo dengerin gue
ngomong gak sih?!”
“Itu bisa disebut
sebagai menggerutu.”
“Ish!!! Nyebeliin
banget sih lo!!! Tau gak, gara-gara lo, gua gak pergi les dan gara-gara lo juga
punggung gue panas. Akhhh!!! Pokoknya nyebelin. Lagian lo itu ketua OSIS atau
petugas kebersihan sih?!”
“Tadi gue yang
berantakin.”
“Ya, berarti lo yang
tanggung jawab. Bukan gue!”
“Kan, lo upik abu.”
“What?!! Gue bukan babu
lo!!!”
“Sssttt, berisik banget
sih. Gue pusing kalo deket-deket lo.”
“Yaudah, kalo lo gak
mao pusing, serahin tuh foto. Gua janji gak bakalan bikin pusing hidup lo.”
Dinda mengembangkan senyumannya.
“Babbo[1].”
“Apa? Lo ngomong
apaan?”
“Apa yaa??”
“Ish, dasar manusia
gaje[2].”
“Dasar anak ayam.”
Kukuruyuuuukkkkk.
“A-apa? Anak ayam?”
“Nanti kalo udah
selesai, ikut sama gue.”
“Apa?!”
“Lo itu tuli ya? Masa
gue harus ngomong dua kali sih. Dasar anak ayam.”
Piyek-piyek-piyek....
“AKHHHHH!!! Lo itu udah
manggil gue itik dan sekarang lo manggil gue anak ayam!!! Emang gua punya bulu
apa???!!! Dan gue juga gak warna kuning!!!”
“Udah berisik, hush!
Hush! Hush!”
“AKHHHHHHHHHH!!!
DEVALLLLLLLLLLLLLLL!!!”
***
Dinda berjalan
dibelakang Deval. Ia terus mengikuti Deval sedari tadi. Ia dapat diam sejenak
karena perutnya sudah tidak kosong lagi dan ia juaga dibelikan ice cream oleh
Deval. Sebenarnya Dinda tidak suka ikut pergi ketaman kota, tetapi seperti
biasa Deval mengancamnya untuk ikut dengannya.
Tepat sesuai dugaan
Dinda. Deval disana bertemu dengan kekasihnya. Tunggu! Bukankah semua orang
tahu bahwa ia tidak memiliki kekasih. Lalu benarkah itu kekasihnya? Tidak salah
lagi. Tidak hanya satu tetapi Deval ternyata playboy yang memiliki banyak
kekasih yang cantik-cantik serta sexy.
“Sayang!!! Kangen kamu.”
Seru seorang perempuan yang mengenakkan rok mini.
“Iya, aku kangen kamu
juga kok.”
“Gyaaaaa, love you.”
“Lebay[3] banget.”
desis Dinda. “Dasar playboy cap ikan.”
Tidak terasa telah
pukul sembilan malam. Dinda mulai cemas karena orangtuanya tentu akan
mengintrogasinya jika pulang malam. Mungkin karena Dinda tidak pernah main,
sepulang sekolah, pasti ia segera pulang kerumah, itu pun juga ia tidak ada
kursus. Dinda memandang jengah pada Deval yang tengah menghisap rokoknya dengan
gaya seperti bos mafia.
“Nyebelin banget.
Dikira gue kambing conge. Ahhhh!!! Pengen pulang.”
Dinda mendekat kearah
Deval dan teman-temannya. Kawan-kawan Deval hanya terdiam memandang Dinda.
“Gue mao pulang!” Tegas
Dinda.
“Siapa yang nyuruh lo?”
“Diri gue!”
“Ditolak.”
“What?! Nyokap gue
pasti nyariin!”
“Dasar anak ayam, pasti
selalu nyariin induknya ya?” Deval tertawa lepas.
Tetes-tetes air mata
mulai jatuh dipelupuk mata Dinda. Penuh kecemasan dari guratan wajah Deval.
Dinda menangis hingga membuat Deval tak kuasa melihatnya.
“Yaudah, ayo, gue anter
pulang.”
“Thanks.” Dinda
mengusap air matanya dan tersenyum dengan menunjukkan susunan giginya yang
rapi. “Deval emang cowok baik.”
“Berenti lebay deh.”
“Ish-ish! Emang baik.
Sayang Deval.”
“Tapi gue gak.”
“Yahhhhh.”
“Diem.”
“Gak mau.”
“Yaudah, gak dianter
pulang.”
“Oke, gue tutup mulut.”
“Pake solasi.”
“AKHHHHHHHHH!!! DEVAL,
LO ITU NYEBELIN BANGET SIH!!!
“Hahaha”
***
Dinda tersenyum senang
sejak Deval mengantarnya pulang. Ibunya hanya tersenyum hangat melihat tingkah
anak perempuannya itu. Diusapnya puncak kepalanya anaknya. Dengan hati riang Dinda memeluk ibunda tersayangnya.
“Ada apa sih, kok kayaknya
dari tadi ibu lihat kamu senang sekali, hm?”
“Hehehe. Iya dong bu,
tadi Dinda udah membalik keadaan. Sekarang Dinda adalah bos-nya Deval. Deval
itu ternyata takut kalo ngeliat cewek nangis. Dasar manusia es batu. Hihihi”
“Deval? Itu pacar
kamu?”
“He? Gak kok bu,” sahut
Dinda kelabakkan. “Deval cuman temen Dinda doang. Gak mungkin manusia es batu
itu jadi pacar Dinda. Mustahil. Dinda-nya juga gak mau. Pokoknya Dinda anti
banget sama Deval.”
“Loh? Memangnya Deval
kenapa? Dia jelek?”
“Enggak kok bu. Untuk
ukuran kategori cowok ganteng... ehmmm, dia paling ganteng di sekolah. Tapi dia
itu manusia super nyebelin. Pacarnya banyak banget bu. Ishhh, gak banget deh
itu orang.”
“Eh? Pacarnya banyak?”
“Iya, tadi ajah Dinda
harus nemenin dia ketemu pacar-pacarnya yang bawel, nyebelin, rese dan
sexy-sexy.”
“Dia sahabat kamu,
toh?”
“Gak juga bu. Pokoknya
ada sedikit masalah deh, kenapa Dinda bisa deket-deket dia.”
“Oalah, kamu suka ya
sama dia?”
“APAH? Enggak bu,
sumpah deh enggak. Emang sih dia itu pinter, rajin baca buku, anaknya orang
mampu, ganteng, tapi tetep Dinda gak bisa suka dia. Dia berserta fansclub-nya
itu ngeselin abis. Huaaaaaaaaaah, ibu jangan bilang lagi kalo Dinda suka dia.
Selamanya Dinda gak akan suka sama dia.”
“Iya-iya, ibu ngerti.”
“Hehe.”
***
[1] Bahasa
korea yang memiliki arti “bodoh”
[2] Sebuah
singkatan untuk kata-kata “gak jelas”
[3] Bahasa
gaul untuk kata “berlebihan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar